Monday, April 23, 2012

Ratifikasi Konvensi Migran 1990: Langkah Awal Perlindungan Buruh Migran Perempuan (SP)



Pernyataan Solidaritas Perempuan
(Refleksi 20 Tahun Perjuangan Panjang Perempuan
mendesak Pemerintah Meratifikasi Konvensi Migran 1990)

Ratifikasi Konvensi Migran 1990: Langkah Awal Perlindungan Buruh Migran Perempuan

Pendahuluan
Sejak tahun 1993, Solidaritas Perempuan (SP) secara konsisten berjuang untuk Perlindungan Buruh Migran Perempuan dan keluarganya. Berbagai strategi telah dilakukan oleh Solidaritas Perempuan, ataupun bersama-sama dengan kelompok masyarakat sipil lainnya, untuk  mendorong dan mendesak Ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990).

Hampir 20 tahun, Solidaritas Perempuan melakukan upaya berbagai strategi yang mensinergiskan beberapa pendekatan dalam mendapatkan informasi dan data-data situasi Buruh Migran Perempuan dan Keluarganya. Upaya tersebut dilakukan melalui penanganan kasus BMP dan keluarganya, pengorganisasian dalam membangun kesadaran kritis BMP dan keluarganya terhadap pemenuhan dan perlindungan hak-hak mereka serta melakukan advokasi dan kampanye sebagai gerakan yang konprehensif dalam mendorong Ratifikasi Konvensi Migran 1990. Data kekerasan danpelanggaran hak Buruh Migran yang dimiliki Solidaritas Perempuan dari tahun ke tahun terus meningkat. Sepanjang tahun 2005 hingga tahun 2009, Solidaritas Perempuan menangani 366 kasus kekerasan danpelanggaran hak Buruh Migran Perempuan, dengan perincian sebagai berikut:

Jenis Kasus
Tahun
Total
 
 
2005
2006
2007
2008
2009
1
Gagal berangkat



2
3
5
2
Gaji tidak dibayar
15
22
24
12
17
90
3
hilang kontak
12
23
8
6
11
60
4
kecelakaan kerja
1
0
0
3
3
7
5
kematian
1
2
1
2
5
11
6
over kontrak
5
20
12
9
12
58
7
pelecehan seksual

1
2


3
8
Pemerasan


2
1
5
8
9
Penganiayaan
7
12
14
5
6
44
10
Penipuan
2
7

2
1
12
11
Penyekapan
1
1
3
1
6
12
12
Perkosaan
2
1
2
1
1
7
13
Permasalahan Hukum

1
3
3
1
8
14
Trafficking
11
11
8
1
5
36
15
Depre si
1
2
1
1

5
 
Jumlah
58
103
80
49
76
366
Padatahun2011, Kasus trafficking, penganiayaan, hilang kontrak, kriminalisasi, meninggal dunia, dan ancaman hukuman mati yang dialami oleh BMP perempuan semakin meningkat. Dari 21(dua puluh satu)jenis kasus, dari 59 kasus buruh migran perempuan yang ditangani oleh Solidaritas Perempuan. Sementara data dari Kementerian Luar Negeri mencatat, bahwa sepanjang tahun 2010 saja, terdapat 4.532 kasus kekerasan, dengan angka tertinggi terjadi di Malaysia. Catatan International Organization of Migration (IOM), mencatat sepanjang 2005-2012, terjadikasus Trafficking sebanyak 4.532 kasus, dimana67,24 persenkorbanmelalui PPTKIS/PJTKI resmi.

Kasus-kasus di atas hanyalah kasus yang ditangani oleh Solidaritas Perempuan. Sementara, Kementerian Luar Negeri mencatat, bahwa sepanjang tahun 2010 saja, terdapat 4.532 kasus kekerasan, dengan angka tertinggi terjadi di Malaysia. Catatan International Organization of Migration (IOM), mencatat sepanjang 2005-2012, terjadi kasus Trafficking sebanyak  4.532 kasus, dimana 67,24 persen korban melalui PPTKIS/PJTKI resmi.

Langkah Awal Perlindungan Hak-hak Buruh Migran Perempuan
Akhirnya, perjuangan mendorong dan medesak Ratifikasi Konvensi Migran selama hampir 20 tahun terjawab. Setelah Presiden menandatangani Amanat Presiden tentang pengesahan Ratifikasi konvensi Migran 7 Februari lalu, akhinya Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan UU Pengesahan Ratifikasi Konvensi Migran 1990 melalui rapat paripurna Kamis, 12April 2012, di ruang sidang Nusantara II DPR RI.

Solidaritas Perempuan, tentunya menyambut dengan gembira diratifikasinya Konvensi Migran 1990. Namun, ratifikasi ini tentulah bukan akhir dari perjuangan perlindungan Buruh Migran. Seperti juga yang dinyatakan oleh menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, bahwa ratifikasi konvensi Migran harus menjadi dasar ddari harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait Buruh Migran di Indonesia. Kami sepakat bahwa Konvensi Migran harus menjadi dasar dari pembongkaran seluruh sistem migrasi bagi buruh migran di Indonesia, mulai dari pra penempatan, penempatan, hingga kepulangan.

Konvensi yang memuat prinsip-prinsip perlindungan buruh migran secara komprehensif ini, harus menjadi dasar bagi revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penemptan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Tak hanya itu, Konvensi Migran harus menjadi dasar perspektif bagi seluruh pihak, terutama pemerintah yang terkait dengan penanganan buruh migran.

Tuntutan Solidaritas Perempuan
Sebagai langkah awal pasca ratifikasi Konvensi Migran, Solidaritas Perempuan menuntut pemerintah untuk:
1. Mempercepat revisi UU No. 39 Tahun 2004 berdasarkan prinsip-prinsip dan pengaturan dalam Konvensi Migran 1990;
2. Mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga berdasarkan prinsip-prinsip yang termuat dalam Konvensi Migran 1990, dan Konvensi Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga ILO;
3. Harmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan tentang Buruh Migran di Indonesia demi sistem migrasi yang aman dan berperspektif perlindungan buruh migran yang mengedepankan hak asasi manusia dan keadilan gender;
4. Mengubah paradigma komiditisasi, menjadi perlindungan  buruh migran yang komprehensif berdasarkan perspektif Hak Asasi Manusia dan keadilan gender;
5. Mengupayakan penigkatan kapasitas dan kesadaran Buruh Migran dan keluarganya akan hak-haknya sebagaimana diatur di dalam Konvensi Migran 1990.

Kamis, 12 April 2012

Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan

Kontak Person: Thaufiek Zulbahary (08121934205), Dinda Nuurannisaa Yura (085921191707)